TUGAS MATAKULIAH PENDIDIKAN AGAMA
KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Disusun Oleh :
1.
Alfian Yustitian (12141002) 6. Darussalim (12143544)
2.
Heru Bastian (12142041) 7. Azaruddin (12142537)
3.
Iskandar (12142239) 8. Resesha P. R (12146982)
4.
Supil Iranda (12143544) 9. Fery Firdana (12144257)
5.
Fiqri Fadillah (12142111) 10. Didi Asri (12144235)
JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA
AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN
KOMPUTER
BINA SARANA INFORMATIKA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
dengan karuniaNya kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama “Kepemimpinan Dalam Islam”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
kepada pembaca di bidang agama Islam, khususnya dalam peran manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Agama.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna
harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya
untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu. Karena
Allah berfirman Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu merubahnya
sendiri. Kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
ini. Dengan segala kerendahan hati penyusun mengharap kritik dan saran.
Tiada mahkluk yang sempurna karna kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT semata. Semoga makalah ini menjadi pelita bagi individu dan
menjadi salah satu referensi bagi yang ingin mengembangkan kepribadian dirinya.
Amin.
Pontianak,
20 Mei 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..……..i
DAFTAR ISI................................................................................................... ………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
A. Latar Belakang………………………………………………………....................1
B. Maksud Dan
Tujuan………………………………………………………………..2
C. Ruang
Lingkup……………………………………………………………………..2
BAB II.A PENJELASAN KEPEMIMPINAN
A. Kepemimpinan ............................................................................................ ……...3
B. Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam.............................................................. ………4
C. Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam ........................................................ ……...6
D. Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam
………………………………………….…..12
BAB II.B KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM…………………………….…....13
A.
Kepemimpinan Dalam Islam………………………………………………...……13
B.
Hubungan Kepemimpinan Dengan Ayat………………………………...............16
BAB II.C ANALISIS SUKSESI
KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM
A. Dasar Hukum Pemilihan Pemimpin
(Suksesi Kepemipinan) ..................... ……..19
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................................................................ ……..20
B.
Saran ........................................................................................................... ……..20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan
sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok
besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk
menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling
menghormati dan menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang
teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan dan menjaga kehidupan yang
harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang
paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia dianugerahi kemampuan
untuk berpikir, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana
yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola
lingkungan dengan baik. Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka
bumi hanya untuk menyembah dan beribadah kepadaNya. Mengerjakan segala
perintahNya, mulai dari shalat, puasa, zakat, dan segala hal yang mendatangkan
kemaslahatan bagi diri manusia itu sendiri dan menjauhi laranganNya agar dapat
mencegah kerusakan di muka bumi.
Tidak hanya lingkungan yang perlu
dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik.
Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang
berjiwa pemimpin, walaupun hanya untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin, manusia
akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relative pelik dan sulit. Di sinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat
terselesaikan dengan baik.
1
B. Maksud
Dan Tujuan
Maksud dan tujuan laporan makalah ini “Kepemimpinan Dalam
Islam”. Adalah sebagai syarat untuk memenuhi salah satu mata kuliah pendidikan
agama islam
Maksud penulisan makalah ini adalah :
1.
Mendidik siswa agar dapat bertanggung jawab pada penulisannya secara obyektif.
2. Memberi
kesempatan pada siswa untuk menjadi pribadi memiliki wawasan yang luas dan kongkrit.
Sedangkan tujuan dari penulisan
makalah adalah sebagai berikut :
1.
Mengembangkan pendapat siswa untuk selalu optimis dan percaya diri akan
kemampuan sendiri pada penulisan makalah ini.
2.
Mendidikan siswa untuk dapat menunjukkan kualitas daya pikirnya sebagai insan
akademik yang memiliki kemampuan intelektual.
3.
Mendidik agar dapat memberi alasan sari pengalaman yang didapat kemudian
disosialisasikan dalam bentuk tulisan.
4. Untuk
memenuhi salah satu syarat tugas pendidikan agama.
C. RUANG LINGKUP
Karena keterbasan kemampuan penulis, maka ruang lingkup
tugas akhir ini hanyalah kepemimpinan menurut islam. Hal tersebut dimaksudkan
agar terfokus masalah yang akan dibahas, sehingga pembaca lebih mudah
mempelajarinya.
2
BAB II.A
PENJELASAN KEPEMIMPINAN
A.
Kepemimpinan
1.
Hakikat Kepemimpinan
Dalam
kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan
sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan
serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan
satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki
sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk
mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan
tugas .
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak
dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka
satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat –
sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat
berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
2.
Kriteria Pemimpin
Adapun kriteria pemimpin itu
sendiri, yakni:
a. Pemimpin yang mukmin.
b. Tegas dalam menjalankan
perintah Tuhan.
c. Takut kepada Allah swt sewaktu
mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.
d. Tidak menzalimi siapapun.
3
e. Tidak memerkosa hak-hak orang
lain.
f. Menegakkan dan bukan
melecehkan hudud Allah swt.
g. Membahagiakan rakyatnya dengan
mengharap ridha Allah swt.
h. Orang kuat di sisinya menjadi
lemah sehingga si lemah dapat mengambil kembali haknya
yang direbut si kuat.
i. Orang lemah di sisinya menjadi
kuat sehingga haknya dapat terlindungi.
j. Menampakkan kepatuhan kepada Allah swt dalam menetapkan
kebijakan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan
orang-orang yang dipimpinnya merasa bahagia.
k. Semua orang hidup aman dan tenteram.
l. Sangat mencintai
manusia, begitu pula sebaliknya.
m. Selalu mendoakan manusia,
begitu pula sebaliknya. Kriteria di atas menjadi indikator bagi pemimpin yang
terbaik dan termulia di sisi Allah swt dan manusia.
B.
Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam
Adapun cirri-ciri pemimpin menurut
islam adalah sebagai berikut :
1.
Niat Yang Tulus
Apabila
menerima suatu tanggung jawab, hendaklah didahului dengan niat sesuai dengan
apa yang telah Allah perintahkan. Iringi hal itu dgn mengharapkan keredhaan-Nya
sahaja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan
kesempatan dan kemuliaan.
2.
Laki-Laki
Wanita
sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa
sallam bersabda,”Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita
(Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu).
3.
Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah
bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman
bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika
kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul
tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan
karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
4
4.
Berpegang Dan Konsisten Pada Hukum Allah
Ini salah
satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu
memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
jaganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49). Jika ia
meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan dari jabatannya.
5.
Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya
pada hari kiamat dengan keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh
keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu
Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
6.
Senantiasa Ada Ketika Diperlukan Rakyat
Hendaklah
selalu membuka pintu utk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat. Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yg menutup pintunya
terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup
pintu-pintu langit terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam
Ahmad dan At-Tirmidzi).
7.
Menasihati Rakyat
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yg memegang urusan kaum Muslimin lalu ia
tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak
akan masuk syurga bersama mereka (rakyatnya).”
8.
Tidak Menerima Hadiah
Seorang
rakyat yg memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud
tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh kerena itu,
hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah
bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat
Thabrani).
9.
Mencari Pemimpin Yang Baik
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah
kecuali ada bersama mereka itu golongan pembantu, yaitu pembantu yang menyuruh
kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pembantu yang menyuruh kpd
kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka org yg terjaga adalah orang yang
dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).
5
10. Lemah Lembut
Doa
Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia
mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yg mengurus satu perkara
umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah
kepadanya.
11. Tidak Meragukan Rakyat
Rasulullah
bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan
merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
12. Terbuka Untuk Menerima Ide
& Kritikan
Salah satu
prinsip Islam adalah kebebasan bersuara. Kebebasan bersuara ini adalah platform
bagi rakyat utk memberi idea atau kritikan kepada kerajaan & pemimpin agar
sma mngembling tenaga & ijtihad kearah pembentukn negara yg maju. Saidina
Abu Bakar berucap ketika dilantik menjadi khalifah, beliau menegaskan
"..saya berlaku baik, tolonglah saya, dan apabila saya berlaku buruk,
betulkn saya..", manakala Khalifah Umar prnah ditegur oleh seorang wanita
ketika memberi arahan di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.
C.
Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam
Kepemimpinan
setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang memiliki kualitas spiritual
yang sama dengan Rasul, terbebas dari segala bentuk dosa, memiliki pengetahuan
yang sesuai dengan realitas, tidak terjebak dan menjauhi kenikmatan dunia,
serta harus memiliki sifat adil. Pemimpin setelah Rasul harus memiliki kualitas
spiritual yang sama dengan Rasul. Karena pemimpin merupakan patokan atau
rujukan umat Islam dalam beribadah setelah Rasul. Oleh sebab itu ia haruslah
mengetahui cita rasa spritual yang sesuai dengan realitasnya, agar ketika
menyampaikan sesuatu pesan maka ia paham betul akan makna yang sesungguhnya
dari realitas (cakupan) spiritual tersebut. Ketika pemimpin memiliki kualitas
spiritual yang sama dengan rasul maka pastilah ia terbebas dari segala bentuk
dosa.
Menurut
Murtadha Muthahhari, umat manusia berbeda dalam hal keimanan dan kesadaran
mereka akan akibat dari perbuatan dosa. Semakin kuat iman dan kesadaran mereka
akan akibat dosa, semakin kurang mereka untuk berbuat dosa. Jika derajat keimanan
telah mencapai intuitif (pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses
penalaran) dan pandangan bathin, sehingga manusia mampu menghayati persamaan
antara orang melakukan dosa dengan melemparkan diri dari puncak gunung atau
meminum racun, maka kemungkinan melakukan dosa pada diri yang bersangkutan akan
menjadi nol.
6
Saya
memahami apa yang dikatakan Muthahhari derajat keimanan telah mencapai intuitif
dan pandangan bathin ini adalah sebagai telah merasakan cita rasa realitas
spiritual. Dengan adanya kondisi telah merasakan cita rasa realitas spiritual,
maka pastilah Rasulullah SAW dan Imam Ali Bin Abi Thalib beserta keturunannya
tadi terbebas dari segala bentuk dosa.
Kondisi
ini juga akan berkonsekuensi pada pengetahuannya yang sesuai dengan realitas
dari wujud atau pun suatu maujud. Ketika pemimpin tersebut mengetahui realitas
dari seluruh alam, maka pastilah ia tahu akan kualitas dari dunia ini yang
sering menjebak manusia. Kemudian seorang pemimpin haruslah juga memiliki sifat
adil. Rasulullah SAW pernah berkata bahwa, ”Karena keadilanlah, maka seluruh
langit dan bumi ini ada.” Imam Ali Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan
sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Keadilan bak hukum umum
yang dapat diterapkan kepada manajemen dari semua urusan masyarakat.
Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup. Ia suatu jalan raya yang
melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan sifat keadilan oleh seorang
pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-ruang ekonomi, politik, budaya,
dsb pada rakyat yang dipimpinnya. Misalkan tidak ada diskriminasi dengan
memberikan hak ekonomi (berdagang) pada yang beragama Islam, sementara yang
beragama kristen tidak diberikan hak ekonomi, karena alasan agama. Terkecuali
memang dalam berdagang orang tersebut melakukan kecurangan maka ia diberikan
hukuman, ini berlaku bagi agama apapun.
Dengan
demikian jelas bahwa setelah Rasulullah SAW wafat, maka ummat Islam sebenarnya
memiliki seorang pemimpin, yakni Imam Ali Bin Abi Thalib. Kemudian dilanjutkan
oleh beberapa keturunannya, yang mana akhir dari kepemimpinan tersebut adalah
Imam Mahdi, yang disebut sebagai Imam akhir zaman.
Akan
tetapi sekarang ini, Dimanakah Imam Mahdi tersebut? dan siapakah yang memimpin
umat Islam di zaman ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 4 dasar falsafi
kepemimpinan kelompok dalam Islam (syi’ah), yaitu:
Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh
alam semesta dan segala isinya.. Allah adalah Malik al-Nas, pemegang
kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia harus dipimpin oleh
kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber pada sistem ini disebut
sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak bersumber pada kepemimpinan Ilahiyah
disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua pilihan kepemimpinan Allah atau
kepemimpinan Thagut.
7
Kedua, kepemimpinan manusia yang
mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan
Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu
sendiri. ”Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki masyarakat.
Supaya hukum dapat menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan
pelaksana.” menurut Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan,
menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan
pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan sekaligus.
Ketiga, garis Imamah melanjutkan garis
Nubuwwah dalam memimpin ummat. Setelah zaman Nabi berakhir dengan wafatnya
Rasulullah SAW, kepemimpinan ummat dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan
oleh Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya. Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah
zaman Imam. Jumlah Imam ini ada 12 (dua belas), pertama adalah Imam Ali Bin Abi
Thalin, dan yang terakhir adalah Muhammad ibn Al-Hasan Al Mahdi Al Muntazhar,
yang sekarang dalam keadaan gaib. Imam Mahdi mengalami dua ghaibah, yakni
ketika dia bersembunyi didunia fisik, dan mewakilkan kepemimpinannya kepada
Nawab al-Imam (wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah Ali Ibn Muhammad
wafat, sampai kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah kubra inilah
kepemimpinan dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba.
Keempat, para faqih diberikan beban menjadi
khalifah. Kepemimpinan Islam berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang
faqih haruslah orang yang lebih tahu tentang hukum Illahi.
Menurut
Khomeini, selain persyaratan umum seperti kecerdasan dan kemampuan mengatur
(mengorganisasi), ada dua syarat mendasar lainnya bagi seorang fuqaha yaitu
pengetahuan akan hukum dan keadilan. Seorang fuqaha sebenarnya adalah wujud
dari hukum Islam itu sendiri. Dengan ini terlihat bahwa seorang fuqaha itu
tidaklah boleh untuk berbuat salah. Sebelum akhir zaman tiba, maka kepemimpinan
Islam haruslah di pegang oleh seorang ulama (faqih) yang memenuhi
syarat-syarat. Tidak sembarang manusia dapat menjadi faqih (ulama). Manusia
harus melewati proses-proses pengujian baik secara intelektual maupun
spiritual. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan bimbingan dan hidayah-Nya.
Dalam
kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah (5 : 461) menyimpulkan : "Mereka
sepakat bahwa imam disyaratkan harus Muslim, mukallaf, merdeka, laki-laki,
Quraisy, adil, alim, mujtahid, pemberani, memeliki wawasan yang benar, sehat
pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan." Ibn Taimiyah, walaupun menolak
syarat-syarat klasik ini, karena dianggap tidak realistis,
8
namun beliau menegaskan bahwa keadilan beserta
amanah adalah dua kualitas esensial pemerintahan Islam (lihat Qamaruddin Khan,
The Political Thoughts of Ibn Taymiyah, Islamabad Islamic Research Institution,
1973). Setelah Rasulullah Saw wafat, yang memegang kendali kepemimpinan politik
Islam, bukan lagi tokoh ideal seperti Nabi. Abu Bakar Ra –seperti dinyatakan
oleh Umar Ra dalam kitab Al-Hudud, Bab Rajm Al-Hubla, Shahih Bukhari—dipilih
tergesa-gesa, tetapi Allah Swt menyelamatkan umat dari kekurangannya. Bahkan
Abu Bakar sendiri mengakui bahwa ia bukanlah orang yang paling baik untuk
menduduki jabatan khalifah. Ketika diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar Ra
berkhutbah : "Sesungguhnya dalam posisi ini aku bukanlah yang terbaik diantara
kalian. Ketahuilah kadang-kadang syaitan menguasai diriku. Bila aku baik
bantulah aku. Bila aku salah luruskanlah aku. Taati aku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Jika aku maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, kalian tidak
wajib menaatiku." (Khutbah ini diungkapkan dengan bermacam-macam redaksi
pada Ibn Hiyam (4 : 340), Al-Tabari (3 : 303), Al-Imamah wa Al-Syiyasah (16);
Ibn Katsir (5 : 248); Tarikh Al-Khulafa' (47); Al-Halabiyah (3 : 397); dan Kanz
Al-Ummal (3 : 129). Jadi, sebenarnya Abu Bakar dipilih tidak melalui suatu
proses ijma', seperti diyakini oleh banyak kalangan. Para mu'arrikh misalnya,
menyebutkan sejumlah orang yang berlindung di rumah Fatimah Az-Zahra Ra;
'Abbas, Salman, 'Ammar ibn Yasir, Al-Barra' ibn 'Azib, Sa'ad ibn Abi Waqqash,
'Utbah ibn Abi Labhab, Abu Dzar, Miqdad ibn Al-Aswad, Ubay ibn Ka'ab, Thalhah
ibn Ubaidillah, kelompok Bani Hasyim, sekelompok Muhajir dan Anshar. [Baca :
Musnad Ahmad (1 : 155); Al-Thabari (2 : 466); Ibn Al-Atsir (2 : 124); Ibn
Katsir (5 : 246); Ibn Abi Al-Hadid (1 : 123); Tarikh Al-Khulafa' (45); Ibn
Hisyam (4 : 338); Tarikh Al-Khamis (1 : 188); Ibn 'Ad Rabbih; Tarikh Abi
Al-Fida (1 : 156); dan Al-Halabiyah (3 : 394)]. Mereka beranggapan bahwa 'Ali
ibn Abi Thalib Kw, berdasarkan nash penunjukan oleh Nabi Saw, berhak untuk
menjadi khalifah. Beliau dipandang lebih adil, lebih faqih, dan lebih dekat
dengan Rasulullah Saw. Akan tetapi, setelah Fatimah Az-Zahrah Ra wafat, 'Ali
berbaiat kepada Khalifah Abu Bakar Ra yang kemudian diikuti oleh kelompoknya. Sa'ad
ibn 'Ubadah, calon pemimpin dari kalangan Anshar yang tidak terpilih, pun tidak
melakukan perlawanan. 'Ali bin Abi Thalib Kw malah memberikan dukungan
intelektual terhadap Abu Bakar dan Umar. Beliau sering membantu mereka dalam
mengatasi masalah-masalah hukum, walau pun ia tidak menduduki jabatan apa pun.
9
Dalam
menghadapi kesenjangan, seperti dikatakan Jalaluddin Rahmat; antara das Sollen
dan das Sein –yang tidak begitu besar—umat terpecah kepada kelompok pendukung
das Sollen dan kelompok pendukung das Sein.
Pada zaman
Abu Bakar dan Umar, kedua kelompok ini –setelah komplik yang juga tidak begitu
besar—bergabung mendukung keduanya. Sehingga, seperti dikatakan Maududi, Abu
Bakar dan Umar berhasil menegakkan sistim politik yang adil: pemerintahan berdasarkan
musyawarah, amanah, kekuasaan hukum, jiwa demokrasi, dan anti ashabiyah.
Kualifikasi Pemimpin dalam Pemikiran Islam Sebenarnya, apa sajakah kualifikasi
pemimpin menurut para pemikir politik Islam? Adalah Al-Farabi yang memiliki
concern mengenai pewenang tertinggi dalam pemerintahan ini. Beliau menyebutnya
dengan al-ra'is al-awwal li al-madinah al-fadhilah wa ra'is al-mamirah min
al-ardh kulliha (Pemimpin Tertinggi Negara Utama dan Pemimpin Oikumene Dunia).
Di antara sifat-sifat pemimpin yang disebutkan Al-Farabi ialah : "…bijak,
berbadan kuat, bercita-cita tinggi, baik daya pemahamannya, kuat daya
hafalannya, sangat cerdas, fasih berbicara, cinta kepada ilmu, sanggup
menanggung beban dan kesulitan karenanya, tidak rakus kepada kenikmatan jasmani,
cinta kepada kejujuran, mulia jiwanya, adil dan teladan bagi semua orang –hatta
terhadap diri dan keluarganya—serta berani dan paling awal." Al-Farabi
juga menyebutkan : "Terhimpunnya semua syarat dan sifat ini dalam diri
seseorang adalah sesuatu yang jarang terjadi. Apabila semua ini terpenuhi dalam
diri seseorang, dialah sang pemimpin.
Kalau
tidak, orang yang paling banyak memiliki sifat-sifat tersebutlah yang dapat
menjadi pemimpin. Apabila tidak ada seorang pun yang memenuhi sifat-sifat
tersebut secara maksimal, namun ada dua orang, yang satu bijak (hakim) dan
lainnya memiliki sifat-sifat yang lain, maka kedua-duanya menjadi pemimpin
bersama. Dan masing-masing orang saling melengkapi satu dengan lainnya. Apabila
sifat-sifat ini ada pada lebih dua orang, dan mereka saling mengerti, maka
semuanya adalah para pemimpin yang dihormati." Sementara itu, Syeikh
Al-Ra'is ibn Sina menyatakan dalam kitabnya, Al-Syifa', Bab "Penentuan
Khalifah dan Imam", sebagai berikut : "… Kemudian wajib bagi seorang
pemimpin untuk mewajibkan patuh kepada orang yang akan menggantikannya. Suksesi
ini tidak boleh terjadi melainkan dari sisinya, atau berdasarkan ijma' para
ahli senior atas seseorang yang secara publik dan aklamasi diakui sebagai orang
yang mandiri dalam politik, kuat secara intelektual, bermoral mulia –seperti
berani, terhormat, cakap mengelola, dan arif dalam hukum syariat—sehingga tiada
orang yang lebih dikenal darinya."
10
"Ditetapkan
kepada mereka bahwa apabila terjadi perselisihan atau pertikaian lantaran
dorongan hawa nafsu, atau mereka sepakat (menetapkan) orang yang tidak memiliki
keutamaan-keutamaan ini, dan yang tidak layak, maka mereka akan kafir kepada
Allah Swt." Al-Qadhi Abu Ya'la Al-Gharra' dalam kitab Al-Ahkam
Al-Sulthaniyah, menyatakan : "Orang yang layak menjadi pemimpin harus
memenuhi empat syarat, yaitu :
1)
Berasal dari keturunan Quraisy;
2)
Memenuhi sejumlah syarat, seperti layaknya seorang hakim (qadhi), merdeka,
akil, balig, berilmu, dan adil;
3)
Arif dalam urusan peperangan, politik, dan pelaksanaan hukum-hukum hudud
sehingga rasa belas kasihannya tidak menghalanginya dari berbuat adil, serta
memiliki sifat membela umatnya; dan
4)
yang paling utama dalam ilmu dan agama di antara mereka.
"
Al-Mawardi, teoritisi utama politik Islam Sunni memerinci dalam kitab Al-Ahkam
Al-Sulthaniyyah, bahwa : "Orang yang layak menyandang kepemimpinan, harus
memenuhi tujuh syarat, yaitu :
1)
adil dengan keseluruhan persyaratannya;
2)
berilmu pengetahuan sehingga mampu berijtihad dalam kasus-kasus yang dihadapi
dan ketetapan-ketetapan hukum;
3)
memiliki kesempurnaan indra seperti pendengaran, penglihatan, dan pembicaraan
agar dengannya ia bisa melaksanakan tugasnya sendiri;
4)
tak memiliki cacat tubuh yang bisa menghalangi dinamika kerja dan tindakan
segera;
5)
memiliki kemampuan menggagas yang dapat melahirkan strategi kepemimpinan rakyat
dan pengaturan kemaslahatan;
6)
berani dan tangguh sehingga mampu mempertahankan Negara dan melawan musuh; dan
7)
nasab sang pemimpin hendaklah dari keturunan Quraisy, dan mendapatkan
kesepakatan (konsensus).
"
(Lihat Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, 6). Sementara itu, uraian tentang kepemimpinan
Islam dalam pandangan Syi'ah bertolak dari konsep wilayah dan imamah. Wilayah
adalah konsep luas yang meliputi juga imamah dan wilayah bathiniyyah. Sedangkan
imamah adalah kepemimpinan (zi'amah), pemerintahan (hukumah) dan riasah 'ammah
dalam urusan dunia dan agama, yang terdapat pada diri Nabi Saw dan para imam
sesudah Nabi. Menurut Murtadha Muthahhari, kata wala, walayah, wilayah, wali,
maula, dan derivat lainnya, banyak sekali disebut dalam Al-Quran. Sebagai kata
kerja disebut 124 kali, dan sebagai kata benda disebut 112 kali.
11
Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya Al-Quran memandang masalah wilayah. Dalam buku
Al-Mukaddimah, Ibn Khaldun menulis tentang kualifikasi pemimpin :
"Syarat-syarat jabatan ini ada empat; ilmu, keadilan, kemampuan, dan
keselamatan indra dan anggota tubuh dari hal-hal yang bisa mempengaruhi cara
berpendapat dan bertindak. Adapun syarat kelima, tentang keturunan Quraisy, hal
ini masih diperselisihkan. Syarat berilmu pengetahuan juga jelas, karena dia
akan bisa menjalankan hukum-hukum Allah apabila dia mengetahuinya. Hal yang
tidak diketahuinya tidak boleh diajukan sebagai (ketetapan) hukum dan
perintahnya. Berilmu pengetahuan yang dimaksudkan tidak akan memadai kecuali
dia seorang mujtahid, mengingat taklid adalah suatu kekurangan; sementara
kepemimpinan menuntut kesempurnaan dalam karakteristik dan watak…" (Baca :
Ibn Khaldun, Muqadimah, 135). Abd Al-Malik Al-Juwaini (Imam Al- Haramain),
dalam kitabnya, Al-Irsyad; Al-Qalqasyandi dalam bukunya, Ma'atsir Al-Inafah fi
Ma'alim Al-Khilafah (1 : 31), pasal kedua, bab syarat-syarat imamah, dan Ibn
Hazm Al-Andalusi, di antara para ulama yang lain, umumnya mengungkapkan
kualifikasi-kualifikasi yang sama, dengan beberapa variasi kecil.
D.
Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam
Yamani
dalam bukunya Filsafat Politik Islam (2002 : 15-16), mengemukakan pokok-pokok
kepemimpinan dalam Islam didasarkan atas empat dasar falsafi (philosophische
grondslagen), antara lain : Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam
semesta dan segala isinya. Allah adalah malik an-nas, pemegang kedaulatan,
pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia harus dipimpin dengan kepemimpinan
Ilahiyah. Kedua, Kepemimpinan manusia (qiyadah abasyariyyah) yang mewujudkan
hakimiyah Allah di bumi ini ialah nubuwwah. Nabi tidak hanya menyampaikan
al-qanun al-ilahi dalam bentuk Kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu.
Supaya hukum sanggup menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan
adanya kekuatan eksekutif atau pelaksana.' Ketiga, garis imamah melanjutkan
garis nubuwwah dalam memimpin umat. Setelah zaman para nabi berakhir dengan
wafatnya Rasulullah Saw., kepemimpinan umat dilanjutkan oleh para imam yang
diwariskan oleh Rasulullah dan ahl-al-bait-nya. Setelah zaman para nabi, dating
zaman 'para imam.' Keempat, para faqih adalah khalifah para imam dan kepemimpinan
umat dibebankan kepada mereka. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang
berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling
tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam tiada, kepemimpinan harus dipegang
oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat berikut :
12
Pertama,
Faqahah; yakni mencapai derajat mujtahid muthlaq yang sanggup melakukan
istinbath hukum dari sumber-sumbernya. Kedua, Istiqamah, Al-Shalah, dan
Tadayyun; yakni memperlihatkan ketinggian kepribadian, dan bersih dari watak
buruk. Ketiga, Kafa'ah, yakni memiliki kemampuan untuk memimpin umat;
mengetahui ilamu yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat, cerdas, matang
secara kejiwaan dan rohani. Nah, bila tak seorang pun faqih yang memenuhi
syarat, maka harus dibentuk 'majelis fukaha'. Wallahu 'Alam Bisshawab.
BAB II.B
KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
A.
KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Dalam ajaran agam Islam, hadits nabi menyebutkan bahwa
setiap manusia adalah seorang pemimpin, apakah ia sebagai kepala keluarga,
sebagai imam suatu umat, seorang wanita yang kedudukannya sebagai ibu rumah
tangga dan bahkan seorang pembantu sekalipun ia adalah seorang pemimpin.
Hal ini didasarkan pada hadits Nabi yang berbunyi :Artinya :
Abu Nu’man menceritakan hadits kepada kami, Hammad ibnu Zaid menceritakan
hadits kepada kami dari Ayyub, dari Nafi’, dari Abdillah berkata: Rasulullah
SAW. Bersabda “setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban.
Oleh karena itu seorang imam adalah pemimpin dan dia akan
dimintai pertanggungjawaban, dan seorang laki-laki adalah seorang pemimpin atas
keluarganya, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang
wanita (istri) adalah pemimpin atas rumah suaminya dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban. Dan seorang hamba (pembantu) adalah pemimpin atas harta
tuannya dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka ingatlah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan akan
diminati pertanggungjwaban atas kepemimpinannya” . Kecuali sebagai Nabi,
Muhammad SAW. adalah pemimpin yang tangguh dan paling efektif. Segala macam
kualitas yang dibutuhkan untuk tampil sebagai figur kepemimpinan berhimpun pada
pribadi Muhammad SAW.
13
Kita dapat mencatat umpamanya beberapa hal persyaratan yang
telah dimiliki beliau :
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau dianggap baik beliau mengambilnya.
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau dianggap baik beliau mengambilnya.
Hal ini dilakukan dengan prinsip nisfu aqlika fi ‘aduwwika
yang artinya sebagian dari ide anda dapat diperoleh dari taktik atau gagasan
musuh-musuhmu. Konsep kepemimpinan (leadership) dalam pandangan agama Islam
berdasarkan firman Allah SWT. surat Al Baqoroh ayat 30 yang berbunyi :Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu kepada para Malaikat :”Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi" (QS. Al Baqoroh, 30) Kandungan ayat tersebut
menjelaskan nikmat-nikmat Allah SWT. yang dengan nikmat tersebut menjauhan dari
maksiat dan kufur serta dapat memotivasi seseorang untuk beriman kepada Allah
SWT.. Diciptakannya Nabi Adam AS. dalam bentuk yang sedemikian rupa disamping
kenikmatan memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam semesta serta
berfungsi sebagai khalifah Allah SWT. di bumi. Hal tersebut merupakan nikmat
yang paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara taat kepada
Allah SWT. dan tidak ingkar kepadaNya, termasuk menjauhi kemaksiatan yang
dilarang oleh Allah SWT.Sedangkan penjelasan dari ayat ini adalah bahwa
sesungguhnya kami (Allah SWT.) akan menjadikan Adam sebagai khalifah dan
pengganti makhluk lain yang dulu menghuni bumi, mereka itu telah musnah karena
saling menumpahkan darah, sekarang Adam adalah pengganti mereka.
Sebagian mufassirin berpendapat yang dimaksud dengan
khalifah disini adalah sebagai pengganti Allah Allah SWT. dalam memberikan
perintah-perintah Nya kepada manusia. Karenanya, istilah yang mengatakan bahwa
“manusia adalah khalifah Allah di bumi” sudah sangat populer. Pengangkatan
khalifah ini menyangkut pula pengertian pengangkatan sebagian manusia yang
diberi wahyu oleh Allah tentang syariat-syariat Nya. Pengangkatan khalifah ini
juga mencakup seluruh mahluk (manusia) yang berciri mempunyai kemampuan
berfikir yang luar biasa .
14
Berbicara tentang kepemimpinan dalam pandangan agama Islam,
maka kita akan merujuk terhadap pribadi dan pola kepemimpinan yang ditampilkan
oleh Nabi Muhammad SAW. yang lebih dikenal dengan istilah uswatun khasanah yang
artinya teladan yang mulia atau baik. Keteladanan nabi muhammad SAW. ini telah
dijamin oleh Allah SWT. dengan firman Nya dalam Al Qur’an yang berbunyi
:Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taulada yang
baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari qiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab, 21)
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figure keteladanan yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan.
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figure keteladanan yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan.
Beliau dengan sangat teliti dan hati-hati mencontohkan semua
perbuatan baik dan menjauhkan diri dari melakukan perbuatan buruk dengan sangat
teliti dan jelas.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW namun semoga 4 sifat teladan ini sungguh menjelaskan betapa sifat kepempimpinan beliau mengakar kepada kita walau beliau telah wafat beberapa abad yang lalu, sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW namun semoga 4 sifat teladan ini sungguh menjelaskan betapa sifat kepempimpinan beliau mengakar kepada kita walau beliau telah wafat beberapa abad yang lalu, sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.
1.
Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat kejujuran yang sangat ditekankan Rasul
baik kepada dirinya maupun pada para sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga
meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim untuk jujur. Sehingga Islam bukan
saja menjadi sebuah agama namun juga peradaban besar.
2.
Amanah(bisa dipercaya). Sifat ini ditanamkan khususnya kepada para
sahabat yang ditugaskan di semua hal apa saja untuk bisa berbuat amanah, tidak
curang (atau juga korupsi di zaman sekarang) dalam hal apa saja. Sesuatu yang
sekarnag menjadi sangat langka di negeri muslim sekalipun (miris).
3.
Tabligh (Menyampaikan yang benar). Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk
tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan
agama. Tidak pernah sekalipun beliau menyimpan informasi berharga hanya untuk
dirinya sendiri. Subhanallah.
15
4.
Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan
jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia
ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal
beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang
Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi,
Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang
menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi
landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
B. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN AYAT
Adapun hubungan QS Yunus ayat 14 dengan Kepemimpinan, yakni
:
1. Kalimat
”Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah
mereka,…”. Dalam kalimat ini mengandung makna bahwa setelah umat-umat yang
terdahulu hancur. Maka Allah mengganti dengan umat Muhammad saw., umat yang
mengikuti agama Islam, agama yang membawa manusia kepada kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.
Masyarakat
Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan
jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab
dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan
bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh.
Dalam
sejarah Islam dijelaskan bahwa Rasulullah diturunkan oleh Allah ke dalam suatu
komunitas masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat Arab Jahiliyah.
Secara lingustik istilah jahilyiah berasal dari kata Bahasa Arab jahala yang
berarti bodoh dan tidak mengetahui atau tidak mempunyai pengetahuan. Namun,
dalam realitas yang sesungguhnya, secara faktual saat itu masyarakat Arab yang
dihadapi oleh Rasulullah bukanlah masyarakat yang bodoh atau tidak mempunyai
pengetahuan. Buktinya pada saat itu sastra dan syair berkembang dengan pesat di
kalangan mereka. Setiap tahun diadakan festival-festival pembacaan puisi dan
syair, ini membuktikan bahwa orang-orang Arab ketika itu sudah banyak yang
mengetahui baca dan tulis. Selain itu mereka juga mampu membuat tata kota dan
tata niaga yang sangat baik. Hal ini semakin menguatkan bahwa mereka kaum
Quraisy bukanlah orang-orang bodoh dan tidak berpengetahuan.
16
Dapat
dipahami, bahwa sebenarnya mereka adalah masyarakat yang sedang berkembang
peradabannya. Masyarakat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad diistilahkan dengan
jahiliyah bukan karena bodoh atau tidak berpengetahuan, atau dalam istilah lain
lemah dalam aspek intelektualnya. Yang dimaksud dengan ”kejahiliyan”
(ketidaktahuan) mereka ada pada dua aspek utama, pertama aspek akidah. Pada
saat Rasulullah diutus oleh Allah, khurafat dan mitos-mitos yang berkembang
pada saat itu telah menyeret manusia untuk menjauh dari kehidupan yang alami
dan manusiawi. Dalam kondisi seperti itulah, Allah mengutus duta terakhirnya,
yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau membawa agama Islam sebagai hadiah bagi umat
manusia sedunia serta memberikan penafsiran baru terhadap kehidupan manusia,
selain itu beliau juga datang dengan membawa misi untuk memberantas akar
kebodohan dalam masyarakat, yakni syirik kepada Allah.
Sedangkan
yang kedua adalah aspek akhlak. Pada masa itu, akhlak atau moral sama sekali
tidak mendapat tempat dalam masyarakat jahiliah. Pada saat itu mereka melakukan
berbagai perbuatan keji tanpa merasa takut atau bersalah, di antaranya
kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup, minum-minuman keras, berzina,
membunuh, dan lain sebagainya. Rasulullah diturunkan oleh Allah untuk
memperbaiki akhlak. Beliau menyeru masyarakat agar berpegang teguh kepada
nilai-nilai moral. Selain itu beliau juga mengajarkan kepada mereka akhlak yang
mulia.
2. Kalimat
“…supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. ” dimaksudkan bahwa Allah
memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa
yang akan dilakukan dan mengingat akan tugas-tugas yang diberikan Allah swt.
kepada manusia sebagai khalifah Allah di bumi.
Di antara
tugas khalifatullah fil ardi ialah menegakkan hak dan keadilan di muka bumi,
membersihkan alam ini dari perbuatan najis, syirik, fasik serta meninggikan
kalimat Allah. Allah akan memperhatikan dan mencatat semua perbuatan manusia
dalam melaksanakan tugasnya itu, apakah sesuai dengan yang diperintahkan-Nya
atau tidak. Allah menjadikan kita sebagai khalifah di muka bumi, tidak lain
hanyalah untuk melihat amal-amal kita, maka perlihatkanlah kepada Allah
amalanamalan kita yang baik di malam dan di siang hari. Jika kita berlaku zalim
pula seperti bangsa dahulu kala itu. Niscaya kita akan lenyap pula dari muka
bumi.
17
Secara umum, seorang pemimpin
berkewajiban menjalankan hal-hal sebagai berikut:
A. Menjaga
agama agar tetap pada porosnya yang abadi. Seandainya muncul seorang mubtadi’
(yang mengada-ada dalam urusan agama), ia (pemimpin) harus menjelaskan
kebenaran kepadanya, memberinya landasan dan menjalankan hak serta hudud agar
agama tetap terlindungi dari kerancuan sekaligus mencegah umat dari
ketergelinciran (ke jurang kesesatan).
B.
Melaksanakan hukum dan memutuskan perkara pihak-pihak yang bertikai sehingga
keadilan menjadi tegak, orang zalim tidak dapat berbuat seenaknya, dan orang
yang dizalimi tidak merasa lemah.
C. Menjaga
Islam dan menjamin keamanan agar orang-orang dapat saling berhubungan dan hidup
dalam kondisi nyaman yang berhubungan dengan jiwa dan harta benda.
D.
Menegakkan hudud demi menjaga dan melindungi hak-hak para hamba.
E. Melindungi
kaum muslimin dengan benteng yang kokoh serta kekuatan yang mampu menangkal
setiap serangan musuh-musuh yang sangat berpotensi menghancurkan atau
menumpahkan darah kaum muslimin atau orang-orang nonmuslim yang berada di bawah
perlindungan pemerintahan Islam.
F.
Melancarkan jihad terhadap orang yang telah diberi keterangan tentang ajaran
Islam namun kemudian melakukan penentangan-sampai dirinya memeluk Islam atau
memilih di bawah tanggungan pemerintah Islam.
G.
Menyertakan orang-orang terpercaya (amanah) dalam pemerintahannya serta
mengikuti nasihat orang-orang yang layak menasihati. Ini dimaksudkan agar
kecakapan dijadikan tolak ukur pemberian amanat dan harta kekayaan dapat
terlindungi.
18
BAB II.C
ANALISIS SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM
A.
Dasar Hukum Pemilihan Pemimpin (Suksesi
Kepemipinan)
Berkaitan dengan kehidupan
bernegara, al-Qur’an dalam batas-batas tertentu, tidak memberikan pemberian. Tetapi al-Qur’an hanya
memaktubkan tata nilai. Demikian pula as-Sunnah. Nabi tidak menetapkan
peraturan secara rinci mengenai prosedur pergantian kepemimpinan umat dan
kualifikasi pemimpin umat. Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa Firman Allah
dan Sabda Nabi yang berkaitan dengan pembahasan.
1.
Dasar al-Qur’an
a.
Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
Sesungguhnya (agama Tauhid) ini,
adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka
bertakwalah kepada-Ku.
(QS. Al-Mu’minun: 52)
b.
Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelenggarakan masalah yang
bersifat ijtihadiyah.
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antar mereka. (QS. asy-Syura [42]: 38)
19
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pemimpin adalah orang yang mendapat
amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau
mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Dan untuk
menjadi seorang pemimpin pastikan dulu apakah kita sudah bisa memimpin diri
sendendiri sesuai perintah allah.
Menyatakan bahwa dalam menjadi
pemimpin di muka bumi maka manusia harus bisa menjalankan apa yang telah
diamanatkan oleh Allah dan di setiap langkah sebagai seorang pemimpin, Allah
akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang
apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi.
B.
SARAN
Dalam makalah singkat ini penulis
ingin menyarankan kepada rekan mahasiswa hendaknya kita membuat tugas yang
dibebankan oleh dosen pengasuh kita yang berupa makalah khususnya mata kuliah
pendidikan agama islam, kita membuat sendiri agar kedepannya kita menjadi
mahasiswa yang benar-benar siap pakai di kalangan masyarakat maupun dunian
kerja.
sumber : internet
20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak kalo mau....biar berkah.